BAB 4
PEMILU MERUPAKAN PARTISIPASI POLITIK RAKYAT INDONESIA
Dosen
:SRI WALUYO
Mata Kuliah :
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Disusun oleh:
Nama : SALAM
NPM : 19211115
Kelas : 2EA27
FAKULTAS
EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan
tugas softskill berjudul “Pemilu
Merupakan Partisipasi Politik Rakyat Indonesia
”Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan tugas ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Bekasi, mei
2013
Penyusun
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A.Pengertian pemilu 4
II.PEMBAHASAN
B.Pemilu Sebagai Sarana Politik 4
C.Sistem Pemilu 6
D.Definisi Pemilu 8
E.Pengertian Budaya Demokrasi 10
F Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (Civil Society). 12
G.Money Politik 12
III.PENUTUP
Kesimpulan 14
Daftar Pustaka 15
PEMILU MERUPAKAN PARTISIPASI POLITIK RAKYAT INDONESIA
I.PENDAHULUAN
A. Pengertian Pemilihan
Umum
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih
memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat
di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih
luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua
OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering
digunakan.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen,
dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan
program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang
telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.
Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan
disosialisasikan ke para pemilih. Salah satu cirri Negara demokratis debawa rule of law adalah
terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas.
II.PEMBAHASAN
B.Pemilu Sebagai Sarana Politik
Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak
rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih
pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala
daerah. Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana
untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat.
Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
1. Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga
legislative.
2. Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan
pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.
3. Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi
atau mengawasi kekuatan eksekutif.
Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta
demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah
1. Melaksanakan kedaulatan rakyat
2. Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
3. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga
legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.
4. Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman,
damai, dan tertib.
5. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional
Menurut Ramlan Surbakti, kegiatan pemilihan umum berkedudukan
sabagai :
1. Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif
kebijakan umum
2. Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat
ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga
integrasi masyarakat tetap terjaga.
3. Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan
pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik. Undang-undang
yang menjadi dasar pemilu
Undang‑Undang
Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1999
Tentang
Pemilihan Umum
Sistem pemilu yang di anut Indonesia
Di Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum
sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di
anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional.
Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem
proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau
perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah
pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu
daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah
suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi
kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara
jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih
(BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di
suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu
kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih
dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu
menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masakampanye. Kampanye
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.
Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan
disosialisasikan ke para pemilih.
Pemilihan umum adalah sesuatu hal yang penting dalam kehidupan
ke-negaraan. Pemilihan umum adalah pengejawantahan system demokrasi. Melalui
pemilihan umum, rakyat memilih para wakil rakyat untuk duduk dalam parlemen dan
dalam struktur pemerintahan. Ada Negara yang menyelenggarakan pemilihan umum
hanya apabila memilih wakil rakyat untuk duduk dalam parlemen, namun adapula
Negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat
tinggi Negara ( pangreh ).[2]
Umumnya, yang berperan dalam pemilihan umum dan menjadi peserta
pemilihan umum adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan
aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum itu.
Untuk Indonesia, perlu disebut organisasi-organisasi social politik
( orsosopol ), dan bukan sekedar partai-partai politik ( parpol )saja karena
ada Golongan Karya ( Golkar ) yang merupakan organisasi social politik, peserta
pemilihan umum, tetapi tidak disebut sebagai partai politik dan bukan sebagai
partai politik.
System pemilihan umum berbeda-beda di berbagai Negara. Ada system
pemilihan langsung yakni bahwa rakyat memilih
kepala Negara secara langsung, dan ada pula system pemilihan melalui
perwakilan yakni bahwa rakyat memilih wakil-wakilnya yang kemudian memilih
kepala Negara. System kepartaian bebeda-beda pula. Ada system dwi partai ( two
party system ), serta ada yang hanya satu partai ( one party system ).
C. Sistem Pemilihan Umum
Semua system politik dengan pemilihan, baik kompetitif maupun
tidak, harus mempunyai system pemilihan. Sebagian warga Negara, baik ia hidup
di bawah pemerintahan otoriter maupun demokrasi, dapat mengenali dengan benar
system pemilihan yang sebetulnya mempunyai pengaruh besar pada pilihan politik
yang ada. System pemilihan disini dibagi menjadi dua alternative pokok,[3]
yaitu :
1) Sistem Pemilihan
Sistem Distrik ( Single-Member Constituency, single member district mayority
system, district system )
Dalam system pemilihan distrik, geografi politik Negara itu dibagi
dalam beberapa wilayah pemilih. Hanya satu wakil dapat dipilih dari setiap
wilayah. Meski suara rakyat dalam wilayah itu sangat terbagi-bagi dan banyak
calon atau partai yang mungkin terdapat di kartu suara, hanya satu calon atau
partai yang bisa menang memperoleh semuanya. Atau, lebih resmi lagi, inilah
wilayah yang beranggota tunggal, system pemilihan kemajemukan sederhana.
Dalam pemilu yang menggunakan system distrik, daerah pemilihan
dibagi atas distrik-distrik tertentu. Pada masing-masing distrik pemilihan, tiap-tiap
parpol mengajukan satu calon. Katakanlah, 2 atau 3 kecamatan merupakan satu
distrik. Partai X mencalonkan A untuk bersaing pada distrik tersebut. Partai Y
mencalonkan B, dan partai Z mencalonkan C.[4]
A,B, dan C yang mewakili partainya masing-masing, bersaing untuk
memperoleh suara terbanyak, pada distrik tersebut. Misalkan A meraih suara
terbanyak, maka untuk distrik itu A yang terpilih menjadi wakil rakyat (
anggota DPR ). Demikian pula pada distrik-distrik lainnya, dengan calon yang
berbeda ( bukan A, B dan C ).
Dalam hal ini tidak ada nomor urut berdasarkan tanda gambar parpol
tertentu. Para calon dinilai secara perseorangan oleh para pemilih pada
masing-masing distrik. Tidak pula ada penjumlahan atau penggabungan nilai suara
antara satu distrik dengan distrik yang lain. Satu calon yang meraih suara
terbanyak pada distrik itu yang terpilih menjadi wakil rakyat. Jumlah kursi
masing-masing parpol, bergantung jumlah calon-calonnya yang terpilih.
2) Sistem Pemilihan PR (
Proportional Representation Electoral System )
Seperti di dalam system pemilihan distrik geografi politik Negara
dibagi menjadi beberapa wilayah pemilih. Akan tetapi, dalam system pemilihan
PR, setiap wilayah memilih bebrapa wakil. Biasanya antara tuga sampai tujuh,
menurut banyaknya jumlah penduduk di wilayah itu. Pembagian wakil dalam setiap
wilayah sebanding banyaknya dengan distribusi jumlah suara rakyat di wilayah
yang bersangkutan. System pemilihan ini lazimnya dikenal sebagai system
pemilihan perwakilan sebanding, Proportional-representation.
System ini yang dianut di
Indonesia. Pemilih tidaklah langsung memilih calon yang didukungnya, karena
para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-masing
parpol atau organisasi social politik ( orsospol ). [5]
Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambnag suatu
orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-masing
orsospol, ditentukan melalui penjumlahan suara secara nasional atau penjumlahan
pada suatu daerah ( provinsi daerah tingkat
satu ). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasar jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk di daerah yang bersangkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah digantungkan pada
jumlah suara yang diraih masing-masing parpol dan orsospol peserta pemilihan
umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat ditentukan berdasarkan nomor
urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah.
Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut
distrik pemilihan ( yang tiap distrik hanya bakal ada satu calon terpilih ).
Kelebihan dan Kerugian atau Kelemahan Sistem Distrik Dan Sistem
Proporsional.[6]
Dari system pemilihan diatas, maka ada kelebihan tersendiri yaitu :
a) Kelebihan atau
keuntungan system distrik :
1. Para pemilih
benar-benar memilih calon yang disukainya, karena jelas siapa calon-calon untuk
distrik yang bersangkutan. Bukan memilih tanda gambar parpol, tetapi langsung
merujuk pada nama sang calon untuk distrik itu.
2. Calon terpilih merasa
terikat pada kewajibannya untuk memperjuangkan kepentingan warga distrik
pemilihan itu. Ia terpilih karena dukungan para pemilih kepadanya. Bukan
berdasar nomor urut dari hasil penjumlahan suara yang diperoleh parpolnya.
b) Kekurangan atau Kelemahan
Sistem distrik :
1. Calon terpilih kurang
merasa terikat kepada kepentingan parpol yang mengajukannya sebagai calon
karena ia terpilih berdasarkan kemampuan pribadinya menarik simpati rakyat (
walaupun factor kredibilitas dan reputasi parpol ikut membantu keberhasilan
calon tersebut ).
2. Cara pemilihan
seperti ini kurang memberi kesempatan bagi para calon dan bagi parpol yang
hanya didukung oleh kelompok minoritas. Kemungkinan tidak ada kursi bai parpol
kecil dan untuk mewakili kelompok minoritas, karena tidak ada penjumlahan
suara baik secara nasional maupun
daerah. Jumlah perolehan suara dihitung pada distrik yang bersangkutan saja.
c) Kelebihan atau
Keuntungan system Proporsional :
1. Hasil pemilihan
melalui penjumlahan dan penjatahan proporsional memungkinkan terwakilinya
kepentingan kelompok minoritas.
2. Integritas secara
citra partai lebih “ solid ‘ karena para pemilih mendukung parpol atau orsospol
( bukan mendukung pribadi calon ).
d) Kelemahan atau
Kerugian Sistem Proporsional :
1. Keterikatan (
komitmen ) para calon lebih terarah kepada partainya dibanding kepada public
pemilih, karena para pemilih bukan mendukung sang calon secara perorangan (
hanya memilih lambing atau tanda gambar parpol atau orsospol ).
2. Kecenderungan
membentuk partai-partai baru lebih besar, karena kemungkinan memperoleh kursi
melalui penjumalahan suara. ( untuk Indonesia pembentukan parpol baru tidak di
perbolehkan ).
D. Definisi Pemilu
Dieter Nohlen mendefinisikan
sistem pemilihan umum dalam 2 pengertian, dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Dalam arti luas, sistem pemilihan umum adalah “…. segala proses yang
berhubungan dengan hak pilih, administrasi pemilihan dan perilaku
pemilih." Lebih lanjut Nohlen menyebutkan pengertian sempit sistem
pemilihan umum adalah “… cara dengan mana pemilih dapat mengekspresikan pilihan
politiknya melalui pemberian suara, di mana suara tersebut ditransformasikan
menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik."
Definisi lain diberikan oleh Matias Iaryczower and Andrea Mattozzi
dari California Institute of Technology. Menurut mereka, yang dimaksud dengan
sistem pemilihan umum adalah “… menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu
menjadi sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif
nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara baik
dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan umum sebagai
lembaga penting dalam demokrasi perwakilan."
Melalui dua definisi sistem pemilihan umum yang ada, dapat ditarik
konsep-konsep dasar sistem pemilihan umum seperti:
Transformasi suara menjadi kursi parlemen atau pejabat publik,
memetakan kepentingan masyarakat, dan keberadaan partai politik. Sistem
pemilihan umum yang baik harus mempertimbangkan konsep-konsep dasar tersebut.
Pertimbangan Sistem Pemilihan Umum
Setiap negara memiliki sistem pemilihan umum yang berbeda.
Perbedaan itu diakibatkan oleh berbedanya sistem kepartaian, kondisi sosial dan
politik masyarakat, jumlah penduduk, jenis sistem politik, dan lain sebagainya.
Sebab itu, pilihan atas sebuah sistem pemilihan umum menjadi perdebatan sengit
di kalangan partai politik.Namun, apapun dasar pertimbangannya, sistem
pemilihan umum yang ditetapkan harus memperhatikan serangkaian kondisi. Kondisi
ini yang membimbing pemerintah dan partai politik guna menetapkan sistem
pemilihan umum yang akan dipakai. Donald L. Horowitz menyatakan pemilihan
sistem pemilihan umum harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
Perbandingan Kursi dengan Jumlah Suara
Akuntabilitasnya bagi Konstituen (Pemilih)
Memungkinkan pemerintah dapat bertahan
Menghasilkan pemenang mayoritas
Membuat koalisi antaretnis dan antaragama
Minoritas dapat duduk di jabatan publik
Pertimbangan yang diberikan Horowitz menekankan pada aspek hasil
dari suatu pemilihan umum. Hal yang menarik adalah, sistem pemilu yang baik
mampu membuat koalisi antaretnis dan antaragama serta minoritas dapat duduk di
jabatan publik. Ini sangat penting di negara-negara multi etnis dan multi
agama. Terkadang, minoritas agak terabaikan dan konflik antaretnis/antaragama
muncul. Dengan sistem pemilu yang baik, kondisi ini dapat diredam menjadi
kesepakatan antarpimpinan politik di tingkat parlemen. Konflik, sebab itu,
dibatasi hanya di tingkat parlemen agar tidak menyebar di tingkat horizontal
(masyarakat).Pertimbangan lain dalam memilih sistem pemilihan umum juga
diajukan Andrew Reynold, et.al. Menurut mereka, hal-hal yang patut
dipertimbangkan dalam memilih sistem pemilihan umum adalah:
Perhatian pada Representasi. Representasi (keterwakilan) yang harus
diperhatikan adalah kondisi geografis, faktor ideologis, situasi partai politik
(sistem kepartaian), dan wakil rakyat terpilih benar-benar mewakili pemilih
mereka.
Membuat Pemilu Mudah Digunakan dan Bermakna. Pemilu adalah proses
yang “mahal” baik secara ekonomi (biaya cetak surat suara, anggaran untuk
parpol yang diberikan pemerintay) maupun politik (konflik antar pendukung), dan
bisa dimengerti oleh masyarakat awam serta disabel (buta warna, tunanetra,
tunadaksa).
Memungkinkan Perdamaian. Masyarakat pemilih punya latar belakang
yang berbeda, dan perbedaan ini bisa diperdamaikan melalui hasil pemilihan umum
yang memungkinkan untuk itu.
Memfasilitasi Pemerintahan yang Efektif dan Stabil. Sistem pemilu
mampu menciptakan pemerintahan yang diterima semua pihak, efektif dalam membuat
kebijakan.
Pemerintah yang Terpilih Akuntabel. Sistem pemilu yang baik mampu
menciptakan pemerintah yang akuntabel.
Pemilih Mampu Mengawasi Wakil Terpilih. Sistem pemilu yang baik
memungkinkan pemilih mengetahui siapa wakil yang ia pilih dalam pemilu, dan si
pemilih dapat mengawasi kinerjanya.
Mendorong Partai Politik Bekerja Lebih Baik. Sistem pemilu yang
baik mendorong partai politik untuk memperbaiki organisasi internalnya, lebih
memperhatikan isu-isu masyarakat, dan bekerja untuk para pemilihnya.
Mempromosikan Oposisi Legislatif. Sistem pemilu yang baik mendorong
terjadinya oposisi di tingkat legislatif, sebagai bentuk pengawasan DPR atas
pemerintah.
Mampu Membuat Proses Pemilu Berkesinambungan. Sistem pemilu harus
bisa dipakai secara berkelanjutan dan memungkinkan pemilu sebagai proses
demokratis yang terus dipakai untuk memilih para pemimpin.
Memperhatikan Standar Internasional. Standar internasional ini
misalnya isu HAM, lingkungan, demokratisasi, dan globalisasi ekonomi.
Pertimbangan pemilihan jenis sistem pemilu, baik dari Donald L.
Horowitz maupun Andrew Reynolds, et.al. hanya dapat terjadi di suatu negara
yang demokratis. Artinya, pertimbangan sistem pemilu didasarkan pada seberapa
besar suara warganegara terwakili di parlemen, sehingga kebijakan negara yang
dibuat benar-benar ditujukan untuk itu. Di negara dengan sistem politik
Otoritarian Kontemporer, Kediktatoran Militer, dan Komunis,
pertimbangan-pertimbangan di atas bukanlah prioritas atau bahkan Pemilu itu
sendiri tidak ada.
E. Pengertian Budaya Demokrasi.
Budaya berasal dari kata
budi atau akal dan daya atau kemampuan yang berarti kemampuan akal manusia.
Jadi budaya demokrasi adalah kemampuan
manusia yang berupa sikap dan kegiatan
mengharagai persamaan, kebebasan dan peraturan. Sedang demokrasi berasal
dari Demos dan Kratos artinya Rakyat dan
Pemerintahan.
Secara etimologis, demokrasi berasal bahasa Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan atau
kedaulatan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di
mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Konsep
demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep
demokrasi disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa konsep ini merupakan tata
pemerintahan yang paling unggul dibandingkan dengan tata pemerintahan lainnya.
Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16,
Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the
people and for the people. Agar sahabat OPI lebih memahami pengertian budaya
demokrasi ini, ada baiknya kita kenali dulu apa demokrasi itu.
Beberapa Pengertian Demokrasi
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dibedakan atas
Demokrasi Langsung
Demokrasi Tidak Langsung
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas :
Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal)
Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar)
Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau prioritasnya,
demokrasi dibedakan atas :
Demokrasi Formal
Demokrasi Material
Demokrasi Campuran
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara,
demokrasi dibedakan atas :
Demokrasi Sistem Parlementer
Demokrasi Sistem Presidensial
Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal
Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai
berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas,
manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak
minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa
partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional,
ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara,
perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya
mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang
mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas
kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur
dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur
tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut
meliputi empat aspek.
Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan
akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan
terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang
dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik.
Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep
legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.
Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya
dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan
kekuasaan dalam satu tangan..
Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar
kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan
rakyat.
F. Proses Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (Civil Society)
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat
yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang
publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki
lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan
publik.
Kaitan Antara Masyarakat Madani Dan Demokrasi
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi)
menurut M. Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat
ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah
demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah
masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan
penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi.
Menurutnya,
masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu
merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi.
Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun
demokrasi. Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya
partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh negara atau pemerintahan.Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement
yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic
engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran
antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest
Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat
dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi.
G. Money Politik
yaitu satu kata bernama uang, meskipun secara
natural kebutuhan akan uang itu sendiri diperlukan dalam politik. Hal ini sudah
sudah menjadi rahasia umum bahwa money politic menjadi manuver utama.
Berbagai kajian intelektual dan teoritis, politik uang semacam ini
merupakan bagian dari mata rantai lingkaran setan dalam bentuk korupsi di
Indonesia dan tidak kalah berkembang dan dinamis trend didaerah. Mirisnya
jikalau di Indonesia para calon yang harus membayar ke konstituen, maka di
negara maju seperti di Selandia Baru dll sebaliknya masyarakat harus mendukung
para calon dengan sumber daya yang dimiliki terutama ide dan pengetahuan tanpa
mengutamakan uang. Inilah dampak dari politik biaya tinggi itu, dengan politik
uang sebagai mata rantainya. Frame seperti itu adalah sangat naïf jika dalil
yang digunakan politik uang dikatakan sebagai sedekah.
Pemilihan Kepala Daerah Semakin Mahal
Politik uang dalam pengertian jual beli suara (vote buying) di
Indonesia, memang bukan lagi masalah, bahwa politik uang sudah menjadi trend
sosial yang meningkat, seiring dengan kebutuhan masyarakat akan nilai-nilai
materi. Kebutuhan calon akan operasinalisasi kekuasaan bersumber dari kekuatan
finacial. Di negara yang dianggap sebagai induk demokrasi yaitu Amerika
Serikat, dalam pemilu baru lalu, untuk biaya kampanye, Obama dikabarkan
menghabiskan paling sedikit 800 juta USD (sekitar Rp 7,2 Triliun). Di Indonesia
pada saat pemilihan Pilpres 2009, Prabowo dikabarkan menggelontorkan uang
kampanye sedikitnya 800 Miliyar. Disektor pemilihan legislatif, beberapa hasil
survey menunjukan, untuk pemilihan legislative paling sedikit caleg
mengeluarkan dana minimal Rp 600 juta hingga Rp 6 Milliar.
Biaya pilkada dari tahun ketahun semakin meningkat hingga mencapai
3,5 persen dibandingkan tahun 2004. Pertanyaannya, darimana dana sebesar itu
diperoleh? Di Indonesia sendiri hampir 60 % diperoleh dari pengusaha. kondisi
ini memberikan implikasi yang serius diantaranya, pertama, kebijakan
pemerintahan yang terpilih kedepan
tentunnya harus mengutamakan kepentingan pengusaha yang mendukung. Kedua,
politik balik modal menjadi siklus tersendiri yang secara alami dilakukan oleh
para elit pemerintah. Kondisi ini dapat menciptakan ketidakseimbangan
(disequilibrium) pembangunan dan pertumbuhan di masyarakat, tentunya sangat
berbahaya. Akhirnya akan menimbulkan pergeseran budaya pemerintahan yang tidak
tepat sasaran dan efektif.
Syahwat Kekuasaan Menuju Korupsi
Politik uang semacam ini tentunya akan mengancam demokrasi. Harapan
mengubah demokrasi prosedural menjadi demokrasi yang subtansial menjadi mimpi.
Demokrasi mengalami disfungsi asas dikarenakan money poltilic. Sangat
berbahaya, berdasarkan data yang diperoleh, kepala daerah dan wakil kepala yang
bermasalah dengan hukum baik menjadi tersangka, terdakwa, divonis, terpidana
atau saksi sejak tahun 2004 hingga awal 2011 yaitu sebanyak 16 gubernur, 4
Wakil gubernur, 93 bupati/walikota, dan sebanyak 44 wakil bupati/walikota
(Sumber : Kementrian Dalam Negeri, 2011).
Pada pemilihan anggota dewan atau legislatif beberapa tahun yang
lalu, sudah menjadi rahasia umum jika setiap Caleg harus mengeluarkan uang
dengan jumlah yang banyak untuk mendapatkan kursi panas di DPRD. Siapa yang
berduit maka ia akan jadi pemenang tanpa melihat kualifikasi dan pengalaman
yang dimiliki. Kondisi ini justru membuat komersialisasi di bidang politik
tidak mau kalah dengan yang lain. Setelah anggota dewan yang terpilih tadi
duduk, giliran mereka menyedot uang rakyatnya. Banyak siklus baru yang
diciptakan oleh kaum elit.
Politk uang merupakan isu paling populer sepanjang pilkda di
Indonesia, betapa tidak money politic adalah satu diantara tiga penyakit yang
menjalar dalam kancah perpolitikan tanah air kita. Dua diantaranya yaitu
politik kekerasan dan politik yang tidak mencerdaskan. Demokrasi yang ideal
telah direduksi menjadi transaksi jual-beli tanpa mempertimbangkan nilai-nilai
moral dan etika kemasyarakatan, tidak ada bedanya dengan transaksi jual beli di
pasar tradisional. Kehadiran money politic telah menghancurkan sistem demokrasi
dan menciptakan sistem politik semakin mahal. Pertarungan di pemilihan kepala
daerah (pilkada) adalah arenanya, salah satu mesin politik yang paling
Analogi Spiritualitas Kaum Urban
Politik uang ini memerlukan uang yang besar, maka sumber dana
terkadang berasal dari sumber yang tidak jelas. Maka bukan hanya di pusat,
didaerahpun digandrongi oleh pelaku bisnis dan elit pemodal. Para pejabat itu
tentunya akan membalas ketika sudah menduduki kursi nomor satu itu. Umumya
prilaku ini berlaku pada kegiatan tender proyek dan pembangunan. Posisi lain
juga yaitu dengan memberikan lisensi atau regulasi buat mereka.Lantas bagaimana
menyikapi politik uang ini dengan proposional, mari kita lihat dalam perpektif
agama. Meskipun sejauh ini MUI pusat masih juga mengeluarkan fatwa tentang
politik uang akan tetapi, jika dikaitkan dengan perpektif lain, model seperti
ini dinamakan suap (risywah). Terminologi suap didalam agama sudah sangat jelas
dicap sebagai tindakan yang terlarang. Jabatan dijadikan pasar jual beli, suatu
komoditi politik yang pada akhirnya membentuk orang-orang yang haus akan uang.
Dapat diprediksi ketika menjabat, mereka-mereka ini akan menjadi lintah darat.
Kekuasaan yang tadinya sesuatu yang luhur menjadi buruk dimata mereka.
Pendidikan politik suatu upaya mengarahkan masyarakat kedalam
reformasi dan pemberdayaan pemahaman akan sistem politik yang baik dan berbudi
luhur, memperjuangkan kesejateraan, taat dan patuh terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku. Partisipasi membangun iklim budaya pemerintah dan masyarakat yang
lebih baik dengan penanaman nilai yang benar menjadi kunci utama pendidkan
politik.
III PENUTUP
KESIMPULAN
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam
sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa adanya
upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia . sejak
awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan
reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami
transformasi politik dan sistem pemilu. Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik
Indonesia semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya pengalaman dan
perkembangan politik Indonesia dapat menciptakan stabilitas nasional. Tugas
pembangunan kehidupan politik pada masa yang akan datang bukan hanya tugas
partai politik saja, tetapi semua elemen pemerintahan dan tidak ketinggalan
masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan perpolitikan di
Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus ditingkatkan, ongkos
politik yang tidak terlalu mahal dan
transparansi terhadap publik harus dekembangkan dan ditumbuhkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara agar stabilitas nasional dan politik kita semakin kokoh.
Jadi antara pemimpin dan rakyatnya harus tetap sejalur jangan berlawanan arah,
seorang pemimpin harus berani menjalankan amanahnya karena itu adalah sebuah
tanggung jawwab dan kewajibannya, begitu juga rakyat yang harus mendukung dan
memantau pemerintahannya. Jika para pemimpin dan rakyatnya sudah bisa bekerja
sama tidak ada yang memandang sebelah mata dan beriman sepenuhnya kepada Allah
SWT insya Allah negara Indonesia ini akan menjadi negara yang adil,makmur dan
sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Arifin. Pencitraan dalam politik,
Jakarta: pustaka Indonesia, 2006, hal.39
Teuku May rudy, Pengantar
Ilmu Politik, Bandung : PT Eresco, 1993, hal 63
Syafiee, Innu Kencana. Drs. 1993.
Sistem Pemerintahan Indonesia (MKDU). Jakarta:PT. Rineka Cipta.